pa yang dilansir batam pos :...
Kamis, 16 April 2009
Padahal, acara tersebut ditayangkan pada jam tayang prime time pukul 19.00. Berarti, anak-anak masih sangat mungkin menontonnya. Tidak apa-apakah anak menonton banyak adegan kekerasan seperti itu?
Menurut dr Dini Adriani SpA, secara fisik perkembangan anak memang tidak terganggu tayangan kekerasan itu. ''Tapi, secara kejiwaan, pasti ada dampaknya," katanya.
Dini menambahkan, pembentukan jiwa dipengaruhi dua stimulus, visual dan audio. Televisi adalah salah satu stimulus visual. Jika si anak sering melihat adegan kekerasan melalui tayangan televisi, dia akan menganggap kekerasan sebagai hal biasa. ''Anak merasa tidak ada yang salah dengan kekerasan," tutur spesialis anak RS PHC Surabaya tersebut.
Akibatnya, anak cenderung menyelesaikan masalah dengan kekerasan, tidak dengan pembicaraan. ''Kekerasan bisa dianggap segala-segalanya jika ada masalah. Itu yang bahaya," cetusnya.
Dia lalu membandingkan dengan orang tua yang biasa berbicara dengan nada tinggi. Perilaku begitu juga cenderung ditiru anak. ''Sebab, dia merasa itu hal yang lumrah," katanya.
Apalagi, lanjut Dini, televisi di Indonesia jarang memberitahukan tentang kelayakan penonton. Di negara maju, televisi menyampaikan peringatan tentang usia yang tidak layak menonton program tertentu. ''Yang begitu belum saya lihat di sini," tuturnya.
Memang, kata Dini, ada tulisan tentang perlunya bimbingan orang tua. Namun, tulisan begitu sering tidak efektif. Dengan kesibukan orang tua saat ini, sulit mengawasi anak menonton televisi.
Karena itu, Dini menganjurkan para orang tua tidak menyediakan pesawat televisi di kamar anak. Jika itu dilakukan, pengawasan jadi sangat longgar. Padahal, tayangan kekerasan tidak hanya muncul di sinetron film. Kartun pun kadang menampilkan adegan pemukulan sadis. (dio/soe)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya Usahakan membalas pertanyaan anda..